Sumenep Raya
Senin, 25 Mei 2009
Depag: Ujian Nasional tak Cocok bagi Madrasah
By Republika Newsroom
Minggu, 24 Mei 2009 pukul 12:54:00
JAKARTA--Sistem ujian nasional tidak cocok diterapkan bagi pendidikan Islam (madrasah), kata Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Kurikulum Madrasah dan Evaluasi Direktorat Jenderal Pendidikan Madrasah Departemen Agama (Depag), Mahsusi.
Mahsusi mengungkapkan hal tersebut saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Persatuan Tarbiyah Indonesia, di Jakarta Selatan, Minggu. "Sistem kurikulum antara sekolah umum berbeda dengan sekolah madrasah sehingga ujian nasional tidak bisa diberlakukan sama," kata Mahsusi.
Mahsusi mengatakan kurikulum di sekolah madrasah seperti praktik salat, bahasa Arab dan akidah, tidak ada tolok ukurnya karena bukan ujian teori sehingga tidak cocok apabila diterapkan melalui ujian nasional.
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) memberlakukan sistem ujian nasional bagi sekolah umum, namun sekolah madrasah pun harus menyesuaikannya karena sesuai aturan yang berlaku.
Namun demikian, Mahsusi menyetujui sistem penilaian yang memberlakukan standar nasional karena bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, serta menjadi pegangan bagi madrasah guna mengukur pencapaian siswa terhadap nilai pelajarannya.
Terkait tentang perkembangan sekolah berbasis agama di Indonesia, Mahsusi menuturkan pihaknya mulai memberlakukan pelajaran Pendidikan Agama Islam berstandar internasional.
Data Depag menunjukkan pemerintah pusat menyediakan Anggaran Pendapatan Dana Nasional (APBN) tahun 2009 sebesar Rp26 triliun bagi Depag, Rp23 triliun di antaranya untuk anggaran program Direktorat Pendidikan Agama.
Mahsusi mengungkapkan pemerintah pusat, provinsi hingga kabupaten/kota wajib menganggarkan dana untuk pembangunan madrasah dan pondok pesantren (ponpes).
"Aturan tersebut untuk pengembangan madrasah dan ponpes di daerah," katanya.
Saat ini jumlah madrasah di Indonesia mencapai 430 lokasi terdiri dari 8 persen berstatus negeri, sisanya swasta dan dikelola swadaya masyarakat, sedangkan jumlah muridnya sekitar 6 juta orang.ant/kem
Minggu, 24 Mei 2009 pukul 12:54:00
JAKARTA--Sistem ujian nasional tidak cocok diterapkan bagi pendidikan Islam (madrasah), kata Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Kurikulum Madrasah dan Evaluasi Direktorat Jenderal Pendidikan Madrasah Departemen Agama (Depag), Mahsusi.
Mahsusi mengungkapkan hal tersebut saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Persatuan Tarbiyah Indonesia, di Jakarta Selatan, Minggu. "Sistem kurikulum antara sekolah umum berbeda dengan sekolah madrasah sehingga ujian nasional tidak bisa diberlakukan sama," kata Mahsusi.
Mahsusi mengatakan kurikulum di sekolah madrasah seperti praktik salat, bahasa Arab dan akidah, tidak ada tolok ukurnya karena bukan ujian teori sehingga tidak cocok apabila diterapkan melalui ujian nasional.
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) memberlakukan sistem ujian nasional bagi sekolah umum, namun sekolah madrasah pun harus menyesuaikannya karena sesuai aturan yang berlaku.
Namun demikian, Mahsusi menyetujui sistem penilaian yang memberlakukan standar nasional karena bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, serta menjadi pegangan bagi madrasah guna mengukur pencapaian siswa terhadap nilai pelajarannya.
Terkait tentang perkembangan sekolah berbasis agama di Indonesia, Mahsusi menuturkan pihaknya mulai memberlakukan pelajaran Pendidikan Agama Islam berstandar internasional.
Data Depag menunjukkan pemerintah pusat menyediakan Anggaran Pendapatan Dana Nasional (APBN) tahun 2009 sebesar Rp26 triliun bagi Depag, Rp23 triliun di antaranya untuk anggaran program Direktorat Pendidikan Agama.
Mahsusi mengungkapkan pemerintah pusat, provinsi hingga kabupaten/kota wajib menganggarkan dana untuk pembangunan madrasah dan pondok pesantren (ponpes).
"Aturan tersebut untuk pengembangan madrasah dan ponpes di daerah," katanya.
Saat ini jumlah madrasah di Indonesia mencapai 430 lokasi terdiri dari 8 persen berstatus negeri, sisanya swasta dan dikelola swadaya masyarakat, sedangkan jumlah muridnya sekitar 6 juta orang.ant/kem
Langganan:
Postingan (Atom)
Bigrafiku | Kemampuan | Riwayat Pendidikan | Riwayat Pekerjaan | Portofolioku | Foto Ijazah dan Sertifikat | Kontakku Bagaimana kesan Anda, Sampaikan pesan Anda disini... |
|
Bigrafiku | Kemampuan | Riwayat Pendidikan | Riwayat Pekerjaan | Portofolioku | Foto Ijazah dan Sertifikat | Kontakku
Bagaimana kesan Anda, Sampaikan pesan Anda disini...
Manohara
TIM PENGACARA MUSLIM
Informasi Umum
Jenis: | |
Keterangan: | "TPM menyerukan kepada seluruh lawyer muslim di seluruh dunia untuk bersatu dalam satu wadah organisasi advokat muslim internasional untuk melakukan advokasi dan pembelaan kasus-kasus yang menimpa Umat Islam di seluruh dunia." |
Informasi Kontak
Email: | |
Situs Web: | |
Kantor: | Jl. RS. Fatmawati No. 22 FG, Cipete Selatan, Jakarta Selatan 12410, INDONESIA, Tel: (021) 7503995-96, Fax: (021) 765225 Ext. 111 Jl. Pinang I No. 9, Pondok Labu, Jakarta Selatan 12450, INDONESIA, Tel/Fax: (62-21) 759 10469 PO. BOX 1749-JKS/12017, Website: |
Lokasi: |
JIWA-JIWA PESANTREN
Ranah Cinta
poem by: Ferry Arbania
10-05-2009
siapapun boleh berucap cinta,
tapi bukan disini.....
siapapun berhak menanyakan cinta,
tapi bukan untuk siapa-siapa.....
berucaplah dengan bangga,
"bahwa tak seorangpun berhak menampik surga".
Profile Pengasuh
Pengikut
Wina Dibibir Pantai
Sejarah Pesantren di Indonesia
Sejarah Pesantren di Indonesia
Lembaga pendidikan Islam tertua yang telah berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan umat Islam, pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. Kata pesantren atau santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti “guru mengaji”. Sumber lain menyebutkan bahwa kata itu berasal dari bahasa India shaslii dari akar kata shastra yang berarti “buku-buku suci”, “buku-buku agama”, atau “buku-buku tentang ilmu pengetahuan”.
Di luar Pulau Jawa lembaga pendidikan ini disebut dengan nama lain, seperti surau (di Sumatra Barat), dayah (Aceh), dan pondok (daerah lain).
Lembaga pendidikan Islam tertua yang telah berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan umat Islam, pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. Kata pesantren atau santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti “guru mengaji”. Sumber lain menyebutkan bahwa kata itu berasal dari bahasa India shaslii dari akar kata shastra yang berarti “buku-buku suci”, “buku-buku agama”, atau “buku-buku tentang ilmu pengetahuan”.
Di luar Pulau Jawa lembaga pendidikan ini disebut dengan nama lain, seperti surau (di Sumatra Barat), dayah (Aceh), dan pondok (daerah lain).